ketika kubaca firman-Nya, “sungguh tiap mukmin bersaudara”
aku merasa, kadang ukhuwah tak perlu di risaukan
tak perlu, karena ia hanyalah akibat dari iman
aku ingat pertemuan pertama kita
dalam dua detik, dua detik saja
aku telah merasakan perkenalan, bahkan kesepakatanitulah ruh-ruh kita yang saling sapa, berpeluk mesradengan iman yang menyala, mereka telah mufakat
aku makin tahu, persaudaraan tak perlu dirisaukankarena saat ikatan melemah, saat keakraban kita merapuhsaat salam terasa menyakitkan, saat kebersamaan serasa siksaansaat pemberian bagai bara api, saat kebaikan justru melukai
aku tahu, yang rombeng bukan ukhuwah kita
hanya iman-iman kita yang sedang sakit, atau mengerdil
mungkin dua – duanya, mungkin kau sajatentulah terlebih sering, imankulah yang compang – camping
kubaca firman persaudaraan
dan aku makin tahu, mengapa di kala lain diancamkan;
‘para kekasih pada hari itu, sebagian menjadi musuh sebagian yang lain…kecuali orang – orang yang bertaqwa”
(Salim A. Fillah, dalam buku “Dalam Dekapan UKHUWAH”)
Maka dari itu, sebaik-baik ukhuwah itu adalah pertemuan (bukan sms, telfon, dll) dan selemah-lemahnya adalah bait doa pada saudara kita.. Jika yang menautkan ukhuwah ini adalah perasaan kita, maka wajarlah jika segalanya kembali pada perasaan kita ketika ukhuwah itu runtuh. Namun ketika itu adalah iman, adalah ikatan persaudaraan kita sebagai sesama muslim, adalah sebab “aku mencintaimu kerna Allah”, maka kiat menjaganya adalah satu hal penting, jagalah ruhiyah kita:)